Ibaad ar-Rahman. Bag 1

- Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:16 WIB
■ Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
■ Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation


Oleh : Shamsi Ali, President Nusanatara Foundation

PortalAMANAH.com -- Di berbagai tempat dalam Al-Qur’an menyebutkan berbagai sifat atau karakteristik hamba-hamba Allah yang beriman dan bertakwa. Sifat-sifat itu di masing-masing tempatnya dalam Al-Qur’an memiliki konteksnya secara khusus.

Perhatikan misalnya di Surah Al-Ahzab ayat 35, di mana Allah menyampaikan karakteristik atau sifat kedua jenis hamba Allah, laki dan perempuan. Konteksnya adalah untuk menekankan bahwa orang-orang beriman laki dan wanita itu memilki kedudukan, derajat dan kemuliaan yang sama. Walaupun kenyataannya tidak harus sama dalam fungsi dan tanggung jawab.

Konteks ayat di atas lebih kepada penekanan tentang “kesetaraan jender” (gender equality) dua jenis hamba Allah, laki dan wanita. Dalam hal keislaman keduanya adalah sama sebagai Muslim (Muslimiin-Muslimaat). Dalam hal keimanan keduanya sama beriman (Mukminiin-mikminaat). Demikian seterusnya.

Kali ini saya ingin menuliskan beberapa sifat atau karakterisitk hamba-hamba Allah (ibaad ar-Rahman) yang disampaikan di surah Al-Furqan ayat 63-77. Sifat-sifat ini telah banyak dibahas oleh para Ulama dalam berbagai buku. Salah satunya adalah “Sifaat Ebaad Arrahman” oleh Syeikh Abdurrahman Ibnu Naasir as-Sa’dee (1307-1376 H).

Ayat-ayat di Surah Al-Furqan itu menyebutkan 10 sifaat ibaad ar-Rahman (karakteristik hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang). Yang menarik juga adalah bahwa sifat-sifat tersebut sangat menonjol pada aspek sosial dan kemasyarakatan (social and communal matters). Sebuah penekanan bahwa Islam adalah agama kehidupan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata manusia.

Hamba-hamba Yang Maha Rahman

Karakterkstik pertama dari orang-orang yang beriman di Surah Al-Furqan ini ada pada kata: وعباد الحمن itu sendiri. Bahwa sifat pertama mereka adalah “ibaad”. Yaitu menghambakan diri kepada yang Maha Rahman.

Penyebutan kata “ibaad” (hamba-hamba” menggambarkan sebuah posisi mulia dan agung di hadapan Allah SWT. Karena sesungguhnya panggilan “ibaad” jama’ dari “abdun” (hamba) bagi seseorang merupakan panggilan yang mulia, terhormat sekaligus menunjukkan kedekatan yang sangat antara sang “aabid” (hamba) dan “ma’buud” (Yang Maha disembah”.

Kemuliaan penyebutan ini dikarenakan “abdun” adalah pelaku “ibadah” yang merupakan tujuan atau orientasi hidup manusia. Kehadiran manusia di atas bumi ini tidak lain adalah untuk menjadi “ibaad” (hamba-hamba Allah). Dengan kata lain, tujuan hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT (lihat al-Dzariyat: 56).

Oleh karena itu ketika seseorang dipanggil sebagai “abdun” (hamba) maka seolah dia berada pada posisi mulia yang mengemban tugas dan misi utama kehidupan. Yaitu menyembah Allah SWT. Dan ini yang menjadikannya menduduki posisi mulia dan terhormat.

Saya akan mengambil tiga contoh saja dari Al-Qur’an untuk menguatkan argumentasi bahwa penyebutan “abdun atau ibaadun” itu merupakan pemuliaan dan penghormatan. Bahkan menunjukkan kedekatan yang sangat dengan Allah SWT.

Contoh pertama adalah pemanggilan Rasulullah SAW dalam Al-Qur’an berulang kali dengan kata “abdun”. Di surah Al-Baqarah misalnya Allah menyebutnya dengan “abdahu” pada ayat: “dan jika kalian ragù terhadap apa yang Kami (Allah) turunkan kepada hambaKu maka datangkan satu surah yang sama dengannya” (Al-Baqarah: 23).

Pada ayat ini Rasulullah Muhammad disebut sebagai “abdun” (‘abdina). Bukan dengan Muhammad. Tidak juga dengan penyebutan tanggung jawab kerisalahan yang ada di atas pundaknya sebagai “Rasul”. Justeru ayat ini menyebut beliau dengan penyebutan mulia “abdun” karena konteksnya berkaitan dengan Al-Qur’an, Kalam Allah yang mulia.

Contoh kedua adalah di saat beliau diperjalankan di malam hari (Isra’) lalu diperjalankan ke atas (Mi’raj) Sidratul Muntaha. Beliau disebut sebagai “abdun”: “Maha Suci Allah yang memperjalankan hambaNya (abdahu) di malam hari dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsa” (Al-Isra: 1).

Halaman:

Editor: Firmansyah Lafiri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Ibaad ar-Rahman. Bag 4

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:25 WIB

Ibaad ar-Rahman. Bag 3

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:22 WIB

Ibaad Ar-Rahman. Bag. 2

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:19 WIB

Ibaad ar-Rahman. Bag 1

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:16 WIB

Kemerdekaan dan Maqashid as-Syariah

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:13 WIB

American Hispanic Muslim

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:09 WIB

Prinsip Kepemimpinan yang Efektif

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:05 WIB

As-Sholatu al-Ibtahimiyah dan Bangsa Besar itu

Kamis, 31 Agustus 2023 | 20:02 WIB

Mengharap Hanya kepada Allah

Kamis, 31 Agustus 2023 | 19:55 WIB

Kalkulasi kehidupan

Kamis, 31 Agustus 2023 | 19:47 WIB

Alergi Perubahan itu Bentuk Arogansi

Kamis, 31 Agustus 2023 | 19:44 WIB

Pilih 10 Ribu Baru atau 100 Ribu Lama

Selasa, 29 Agustus 2023 | 15:54 WIB

Kalkulasi kehidupan

Rabu, 2 Agustus 2023 | 05:27 WIB

Musibah dan Kehidupan

Sabtu, 29 Juli 2023 | 19:17 WIB

Menjaga Silaturrahim Umat

Sabtu, 29 Juli 2023 | 19:14 WIB

Esensi Hijrah itu Perubahan

Sabtu, 29 Juli 2023 | 19:10 WIB

Peradaban Islam - Musibah dan Ketaqwaan Sosial

Rabu, 26 Juli 2023 | 04:00 WIB

Merawat Spirit Hijrah, Menuju Semangat Perubahan

Jumat, 21 Juli 2023 | 13:15 WIB

Bisnis, Sunnah Rasul yang Terabaikan

Jumat, 14 Juli 2023 | 18:30 WIB

Terpopuler

X