PortalAMANAH.com -- Dari Usamah bin Zayd radhiallahu‘anhu, beliau berkata:
« يَا رَسُولَ اللَّه، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَاتـَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ؟ قَالَ ﷺ : ( ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلـى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأًحِبُّ أَنْ يُرْفـعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ ) »
“Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa di bulan-bulan lainnya seperti Anda berpuasa di bulan Sya’ban ini?”, Rasulullah ﷺ menjawab: “Karena ini bulan yang banyak dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan. Padahal di bulan ini amalan terangkat sampai ke Rabb semesta alam, dan aku senang apabila saat amalku terangkat sedangkan aku berpuasa." (HR. an-Nasai No: 2375 dan dihasankan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah No: 1898)
Ucapan Nabi ﷺ, “Karena ini bulan yang banyak dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan.” Di sini terdapat isyarat halus bahwa seyogyanya manusia menggunakan waktu-waktu lainnya dengan amal ketaatan.
Dan hal ini termasuk perkara yang dicintai dan diridhai Allah ﷻ. Karena itulah ada sejumlah salaf yang menyukai shalat sunnah (tathawwu’) di antara waktu Maghrib dan Isya dengan alasan bahwa ini waktu yang seringkali dilalaikan (manusia).
Demikian pula lebih diutamakan shalat malam pada sepertiga malam terakhir, karena ini waktu yang paling banyak dilalaikan manusia dari berdzikir (mengingat) Allah.
Nabi ﷺ bersabda,
<<قال النبيُّ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ العَبْدِ فِي جَوْفِ اللّيْلِ الآخِرِ، فَإنَ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّه فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ >>
“Waktu terdekat Rabb kepada hamba-Nya adalah di saat malam terakhir. Karena itu jika kau mampu untuk menjadi orang yang berdzikir kepada Allah di waktu tersebut, maka kerjakanlah.” (HR. Tirmidzi no.3579 dan Nasa’i no.572. Dishahihkan oleh al-Albani)
Karena itulah, dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah ﷻ di tempat-tempat yang di sana banyak kelalaian, keberpalingan dan sedikitnya orang yang berdzikir, seperti di pasar dan majelis-majelis yang sia-sia. [Lathaiful Maarif karya Ibnu Rajab Hal: 131]
Di antara faidah beramal di waktu Lalai adalah : Bahwa seorang muslim yang menghidupkan waktu-waktu yang dilalaikan manusia dengan amal ketaatan, maka hal ini lebih menyembunyikan amalannya.
Sedangkan menyembunyikan amal-amal ketaatan yang bersifat nafilah (sunnah) itu lebih dekat kepada keikhlasan. Akan sulit bagi seorang muslim untuk bisa selamat dari riya’ (pamer/ingin dilihat) apabila ia menampakkan amal shalihnya.
Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amalan kepada Allah ﷻ, sebagaimana di dalam hadits : “Di bulan ini amalan terangkat sampai ke Rabb Semesta Alam, dan saya senang di saat amalku terangkat saya sedang berpuasa.”
Nabi ﷺ senang saat amalan beliau terangkat, beliau dalam keadaan berpuasa. Karena di momen tersebut lebih diterimanya amalan dan diangkatnya derajat. Karena itu hendaknya kaum muslimin meneladani Nabi mereka ﷺ di dalam hal ini dan memperbanyak puasa dibulan Sya’ban.(*)
Artikel Terkait
Memaknai Syaban