Oleh : Syamril al Bugisyi, Rektor Kalla Institut
PortalAMANAH.com -- Jika atasan Anda memberi uang 200 ribu tentu Anda gembira. Bagaimana kalau diberi lagi 500 ribu. Tentu juga gembira. Mana yang lebih gembira diberi 200 ribu atau 500 ribu?
Jika Anda menjawab lebih gembira yang 500 ribu, maka Anda telah terjebak pada angka, kuantitatif. Atau jangan-jangan Anda tidak gembira karena jumlahnya di bawah harapan Anda. Substansinya bukan pada jumlahnya tapi siapa pemberinya. Saat atasan yang memberi itu adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan. Anda tidak peduli lagi pada jumlahnya.
Demikian pula pada saat kita mendapat nikmat dari Allah. Jika itu berupa materi berapapun jumlahnya mari syukuri. Mari tetap berterima kasih kepada-Nya. Saat Allah masih memberi berarti Allah masih sayang sama kita. Semoga seiring dengan rasa syukur itu disertai usaha yang semakin baik maka Allah berkenan menambah nikmat-Nya.
Itulah nikmat sejati, nikmat yang dirasakan oleh orang-orang yang hatinya senantiasa bersyukur kepada Allah. Nikmat yang dirasakan oleh orang-orang yang selalu ada Allah di hatinya. KH. Dr. Burhan berkata dalam sebuah kajiannya "siapa yang mau tahu kedudukannya di akhirat, maka periksalah kedudukan Allah di dalam hatinya".
Salah satu nikmat yang dijanjikan bagi orang yang berpuasa selain nikmat saat berbuka yaitu saat kelak berjumpa dengan Allah di akhirat. Apa syaratnya? Kembali Dr. Burhan mengingatkan "kalau tidak menemukan Allah saat hidup di dunia, jangan harap ketemu Allah di akhirat".
Apa maksudnya? Dalam segala aktivitas kita sehari-hari hadirkanlah selalu Allah di dalamnya. Sebelum berbuat maka periksalah terlebih dahulu. Apakah Allah suka atau tidak suka. Jika dapat nikmat maka ingatlah itu semua karunia Allah untuk menguji apakah kita dapat bersyukur. Jika dapat musibah maka bersabarlah dan yakinlah semua milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Jika melakukan kesalahan segera ingat kepada Allah dan bertaubat (taubatan nasuha) dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Semoga bulan Ramadhan melatih kita untuk menemukan nikmat sejati. Nikmat yang lahir dari pengenalan kita kepada Allah (ma'rifatullah). Nikmat yang akan melahirkan ketenangan pada hati dan jiwa kita karena adanya kedekatan dengan Allah.
Nikmat yang lahir karena adanya keikhlasan dalam hati. Pasrah dan tawakkal kepada Allah. Tidak akan ada ketakutan dan keluhan dalam hidup karena yakin semua dari Allah dan akan kembali kepada Allah.
Nikmat yang lahir karena adanya kemerdekaan jiwa berbasis tauhid laa ilaha illa Allah. Dr. Burhan berkata "orang yang merdeka adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa, dan tidak ada apa-apa yang memilikinya kecuali hanya Allah". Itu membuatnya tidak terbelenggu oleh harta, tahta dan nikmat semu lainnya.(*)
Artikel Terkait
Renungan Ramadhan 1 - Memuliakan Ramadhan