Memaknai Keberkahan Ramadan 8 - Membentuk Warna Batin

- Kamis, 6 April 2023 | 10:00 WIB
■ Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
■ Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation

Oleh : Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation

PortalAMANAH.com -- Warna hidup manusia itu terbentuk oleh suasana hatinya. Segala gerak-gerik hidupnya adalah gambaran dari suasana hati. Dan karenanya hati adalah penentu hitam putih, sehat sakit atau baik buruknya prilaku manusia.

Hakikat inilah yang digambarkan secara sederhana oleh Rasulullah SAW: “Sungguh dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah yang jika baik, baiklah seluruh anggota tubuhnya. Tapi jika rusak, rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Itulah hati” (hadits).

Berbagai kerusakan yang digambarkan oleh Al-Quran ini: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut karena apa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia” (ayat), realita dari rusaknya prilaku akibat dari rusaknya hati.

Pada sisi inilah puasa hadir dengan keberkahan yang sangat penting. Yaitu untuk membentuk (shaping) warna batin (hati) manusia. Bentukan batin itulah kemudian yang menentukan bentuk karakternya.

Ada dua alasan utama kenapa puasa begitu penting dalam membentuk warna batin manusia.

Pertama, karena puasa adalah bentuk ibadah yang bersentuhan langsung dengan “kata hati” yang paling dalam. Puasa adalah amalan yang benar-benar terbebas dari intervensi pihak ketiga. Puasa merupakan aktifitas ubudiyah yang ekslusif antara seorang hamba dan Tuhannya.

Koneksi hati seorang hamba dengan sang Khalik secara dekat ini (qariib) dengan sendirinya menyuburkan hati dan jiwa sang hamba tersebut.

Kedua, hati itu dasarnya suci (fitrah) rentang ternodai dan kotor. Karenanya hati bisa sakit, bahkan bisa buta dan mati. Hal itu karena Allah juga menciptakan satu elemen lain dalam diri manusia yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan kehidupannya. Namun elemen jika tidak terkontrol akan menjadi instrumen destruktif bagi kehidupan. Itulah hawa nafsu manusia.

Kerusakan pertama yang akan terjadi oleh hawa nafsu yang tidak terkontrol adalah rusaknya kesucian hati manusia. Dan ketika hati mengalami kerusakan maka hati itu tidak lagi mampu memainkan peranan “furqan”. Sebuah cahaya batin (nurani) untuk memilah mana yang benar dan mana yang salah dalam kehidupan.

Di sinilah puasa yang memang esensinya “al-imsak” atau menahan, mengontrol atau mengendalikan disyariatkan untuk itu (mengontrol kecenderungan hawa nafsu yang buas. Puasa berperan menjaga hati agar tidak merusak kesuciannya. Pada posisi inilah puasa memang dikenal sebagai جنة (junnah) atau perisai (shield).

Puasa sebagai amalan yang sangat pribadi antara hamba dan Tuhannya menumbuhkan rasa kedekatan dan kebersamaan dengan Allah. Dengan rasa kebersamaan dengan Allah (al-ma’iyatullah) hati merasakan ketentraman dan kesembilan. Dengan perasaan ke bersamaan itu pula hati menjadi sehat, kuat dan tegar menghadapi tantangan dan/atau godaan hidup.

Inilah salah satu makna sabda baginda Rasulullah: “ketika Ramadan telah tiba pintu-pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syetan-syetan terikat (shuffidat)” (hadits).

Syetan-syetan terikat di sini tentu sebuah ungkapan illustratif. Artinya syetan selama Ramadan itu tidak memiliki kemampuan luas menggoda manusia. Karena manusia di bulan Ramadan memiliki koneksi yang sangat intim dengan Allah SWT.

Halaman:

Editor: Firmansyah Lafiri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Renungan Ramadhan 11 -- Ramadhan Produktif

Sabtu, 27 Mei 2023 | 20:37 WIB

Inspirasi - Launching Buku Pertama

Rabu, 24 Mei 2023 | 20:19 WIB

Inspirasi - Munzalan Mubarakan

Senin, 22 Mei 2023 | 09:43 WIB

Yusuf Al Qardhawi Tentang Hadits 73 Golongan

Senin, 22 Mei 2023 | 09:07 WIB

Refleksi Kehidupan - Hasil Pendidikan Ramadhan

Sabtu, 20 Mei 2023 | 16:33 WIB

Inspirasi - Legitimasi dan Syiar

Jumat, 12 Mei 2023 | 08:01 WIB

Manhaj - Esensi dan Eksistensi Al Insan

Sabtu, 29 April 2023 | 16:28 WIB
X