■ Oleh: Prof. Dr. Farida Patittingi, SH., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Unhas
PortalAMANAH.com -- Teks keadilan adalah teks teologis, yang secara artifisial ditulis dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dengan kalimat: Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Ini merupakan transformasi dari teks teologis ke teks yuridis.
Keadilan tak bersumber dari “pikiran manusia”. Keadilan tidak lahir dari pendasaran sejarah pemikiran, karena pemikiran manusia mengalami relatifitas.
Baca Juga: Hukum sebagai Perwujudan Keadilan. Bag 1
Jika ada teori keadilan, misalnya dari John Rawls, maka itu hanyalah pembagian berdasarkan klaster dan tingkatan yang sumber utamanya dari teologi.
Sebab itu, Peraturan perundang-undangan meletakkan Tuhan dalam pendasaran keadilannya. Agar hakim sebagai subyek meletakkan dirinya sebagai “hamba” Tuhan.
Maka “Hakim wajib memutus perkara dengan adil. Keadilan bersumber pada Tuhan. Sumber keadilan yang lain adalah teks pemikiran para ahli.
Dari sinilah porsi pikiran manusia “eksistensial” atau memperoleh tempat dalam memberi pemahaman terhadap keadilan. Salah satu di antara teori keadilan yang dimaksud antara lain teori keadilan dari Plato yang menekankan pada harmoni atau keselarasan.